BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kebenaran
merupakan suatu hal yang menjadi landasan atau dasar kita untuk bertindak
dan berpikir. Apakah kebenaran yang kita anggap benar itu merupakan sesuatu
kebenaran hakiki ataupun suatu kebenaran relative, tetap saja kita memerlukan
kebenaran dalam membaca kehidupan ini. Dalam ilmu pengetahuan, kebenaran
diperoleh dengan cara metode ilmiah. Untuk menemukan dan merumuskan sebuah
teori atau rumus, harus sampai pada kebenaran yang benar-benar valid. Filsafat
dipahami sebagai suatu kemampuan berfikir mengguakan rasio dalam menyelidiki
suatu objek atau mencari kebenaran yang ada dalam objek yang menjadi sasaran.
Kebenaran itu sendiri belum pasti melekat dalam objek. Terkadang hanya dapat
dibenarkan oleh persepsi-persepsi belaka, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai
universal dalam filsafat.[1]
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Teori Kebenaran?
2.
Menyebutkan
dan Menjelaskan Teori-Teori Kebenaran?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
pengertian Teori Kebenaran
2.
Memahami
Teori-Teori Kebenaran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kebenaran dan
Kaitannya
Dalam kamus
umum bahasa indonesia, yang ditulis oleh Purwadarminta menjelaskan bahwa
kebenaran adalah : 1). Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan
hal atau keadaan yang sesungguhnya), misalnya, kebenaran berita ini masih saya
ragukan, kita harus berani membela kebenaran dan keadilan; 2). Sesuatu yang
benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya, dan sebagainya), misalnya
kebenaran yang diajarkan oleh agama; 3). Kejujuran, kelurusan hati, misalnya
tidak ada seorangpun sanksi akan kebaikan dan kebenaran hatimu; 4). Selalu
izin, perkenanan, misalnya dengan kebenaran yang dipertuan; 5). Jalan
kebetulan, misalnya penjahat itu tidak dapat dibekuk dangan secara kebenaran
saja.[2]
Kata
"kebenaran" dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit
maupun abstrak (Abbas Hamami, 1983). Jika subyek hendak menuturkan kebenaran
artinya adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang
dikandung dalam suatu pernyataan atau statement.[3]
B.
Teori-teori Kebenaran
1.
Teori
kebenaran Proposisi
Proposisi adalah pernyataan tentang
hubungan yang terdapat diantara dua term. Ada tiga hal pokok dalam suatu
proposisi, yaitu: subyek, predikat, kopula(tanda). Penghubung antara subyek
dengan predikat adalah tanda atau sering disebut kopula. Contoh: “setiap
manusia adalah tidak kekal” term “setiap manusia” adalah subyek, dan term
“tidak kekal” adalah predikat, sedangkan adalah merupakan kopula. Kalimat
tersebut dlihat dari struktur kalimatnya sempurna, serta maknanya benar.
Berarti kalimat tersebut Proposisi. [4]
Tapi jika kalimat tersebut diubah
sedikit saja, bisa berarti tidak proposisi lagi, alasannya karena sisi
maknawiyahnya tidak ada. Contoh “setiap manusia adalah kekal”. Ini bukan
proposisi lagi, sebab kenyataannya tidak sesuai dengan kondisi manusia.
Dari gambaran
tersebut terlihat jelas bahwa logis dan tidaknya teori filsafat akan terlihat
pada argumen yang menghasilkan kesimpulan atau teori tersebut. Oleh karena itu,
fungsi argumen sangat penting, sama pentingnya fungsi data pada ilmu
pengetahuan. Karena argumen akan menjadi satu kesatuan dengan konklusi, konklusi
itulah yang disebut teori filsafat. Bobot kebenaran teori filsafat terletak
pada kekuatan argumen, bukan pada kehebatan konklusinya.
2.
Teori
kebenaran Koherensi
Menurut teori
ini, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan tersebut koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Jadi,
suatu pernyataan dianggap benara apabila pernyataan-pernyataan terseut dalam
keadaan saling berhubungan dengan pernyataan-pernyataan lain yang benar, atau
jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman
kita. Dengan kata lain suatu proposisi itu benr jika mempunyai hubungan dengan
ide-ide dari proposisi yang telah ada
dan benar adanya. Contoh: semua manusia akan mati adalah pernyataan yang selama
ini memang benar. Jika Siti adalah manusia pasti akan mati, merupakan
pernyataaan yang benar pula. Sebab pernyataan kedua, konsisten dengan pernyatan
yang pertama.[5]
Contoh lain:
Seluruh mahasiswa PAI, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Kalijaga
mengikuti perkuliahan Filsafat Ilmu. Ahmad adalah mahasiswa PAI, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Kalijaga. Jadi, Ahmad harus mengikuti kegiatan
perkuliahan Filsafat Ilmu.
3.
Teori
Kebenaran Korespondensi
Menurut teori
ini, suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan
itu berkorespondensi(berhubungan) dengan objek yang dituju oeh pernyataan
tersebut. Pernyataan itu benar karena ada kesatuan yang Intrinsik, intensional
terdapat kesesuaian antara yang ada di dalam pengetahuan subjek. Jadi kebenaran
itu adalah kesesuaian daengan fakta, keselarasan dengan realitas, dan
keserasian dengan situasi aktual.[6] Contoh :
Propinsi Jawa Tengah berada di pulau Jawa, pernyataan itu benar karena sesuai
dengan kenyataan atau realitas yang ada.
Tidak benar jika propinsi Jawa Tengah berada di Pulau Kalimantan ataupun
Papua, karena kenyataannya Jawa Tengah
berada di Pulau Jawa.
4.
Teori
Kebenaran Pragmatik/Pragmatisme
Menurut teori
ini, suatu Proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat
dipergunakan atau bermanfaat. Kattsof(1986) menguraikan tentang teori kebenaran
pragmatis ini adalah penganut Pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam
salah satu macam konsekuensi. Atau proposisi itu dapat membantu untuk
mengadakan penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman, pernyataan itu
adalah benar. Contoh: seseorang naik bis, kemudian akan turun dan bilang kepada
kondektur “kiri”, kemudian bis akan berhenti di posisi kiri. Dengan berhenti di
posisi kiri, penumpang tersebut bisa turun dengan selamat. Jadi mengukur
kebenaran tidak dilihat karena Bis berhenti di posisi kiri, tapi penumpang bisa
turun dengan selamat karena bis berhenti di posisi kiri.[7]
5.
Teori
kebenaran Performatif
Menurut Lacey A.R, yang dikutip oleh
Ali Mudhofir, menjelaskan bahwa teori kebenaran performatif menekankan pada
kata “benar”. Maksud dari kata tersebut ialah jika suatu ungkapan dipandang
benar dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan konkrit. Sebaliknya akan menjadi
tidak bermakna apabila tidak sesuai dengan realitanya. Contohnya, seseorang
mengatakan “ saya bisa membaca al-quran”. Ketika kemudian orang tersebut diberi
al-quran ataupun juz amma, kemudian orang tersebut disuruh membacanya dan
ternyata bisa, maka pernyatannya “benar”(secara performati). Tapi ucapan itu
tidak akan bermakna apabila orang tersebut tidak bisa membacanya.[8]
6.
Teori
kebenaran Struktural Paradigmatik
Menurut lichtenberg, yang dikutip
oleh Noeng Muhadjir, menyatakan bahwa bisa terdapat hubungan struktural pada
berbagai hal yang sifatnya konstan dan dalam domein disiplin ilmu yang beragam.[9]
Contohnya, ketika seseorang membahas tentang perhitungan hari, maka tidak akan
lepas dari pembahasan peredaran bumi yang menjadi wilayah astronomi dan
perhitungan yang menjadi wilayah matematika, Antara keduanya (matematika dan
astronomi) jelas berbeda disiplin ilmunya, namun secara struktural
keduanya tidak dapat dipisahkan fungsinya. Hubungan itulah yg disebut paradigmatik.[10]
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam menemukan kebenaran manusia berbeda-beda dalam metode dan cara
berfikirnya, sehingga muncullah teori-teori kebenaran yang bermacam-macam. Seperti
Proposisi, korespondensi, koherensi, pragmatik, performatif, struktural
paradigmatik dll. Teori- teori diatas adalah cara-cara manusia dalam menemukan
kebenaran yang sifatnya relatif. Kebenaran yang sejati hanyalah milik Allah swt
yang disampaikan kepada manusia melalui wahyu, yang kemudian oleh manusia
dipelajari dan di observasi untuk kebaikan umat manusia itu sendiri.(waallahu
‘alam bishawwab)
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini, tentu masih sangat banyak kesalahan
dan kekurangan, untuk itu penulis mengharap saran dan kritik yang membangun
dari para pembaca, agar kedepannya penulis dapat lebih baik dalam menulis
makalah. Semoga makalah ini bissa bermanfaat bagi kita semua
Daftar Pustaka
Adib, Muhammad. 2010.“Filsafat
Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan”.
Yogyakarta: Pusataka Pelajar.
Bachri ghazali dkk. 2005. Filsafat
Ilmu. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta:Pokja akademik UIN Sunan Kalijaga
Surajiyo.2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
di Indonesia Suatu Pengantar. Jakarta:Bumi Aksara
Susanto A. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu
Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologi. Jakarta:Bumi
Aksara
http://anisfatayati.blogspot.com/2013/04/teori-teori-kebenaran-dalam-filsafat.html diakses 09 oktober 2013
[1] Moh.
Adib. “Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan logika ilmu
pengetahuan”.(Pusataka Pelajar:Yogyakarta:2010) hal: 117
[2]
A. Susanto.Filsafat
Ilmu:Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis...(Bumi Aksara,Jakarta:2011)hlm
86
[3]
Surajiyo. Filsafat
Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia Suatu Pengantar.(Bumi Aksara,
Jakarta:2007) hlm 103
[4] Bachri ghazali
dkk., Filsafat Ilmu.(Pokja akademik UIN Sunan Kalijaga:2005) hlm 74-75
[5]A. Susanto. Filsafat
Ilmu:Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,...(Bumi Aksara,Jakarta:2011).hlm
86-87
[6]
A. Susanto. Filsafat
Ilmu:Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,.(Bumi Aksara,Jakarta:2011).hlm
87
[7]
Surajiyo. Filsafat
Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia Suatu Pengantar(Bumi Aksara,
Jakarta:2007) hlm 106
[8] Bachri ghazali
dkk. Filsafat Ilmu.(Pokja akademik UIN Sunan Kalijaga:2005) hlm 87
[10] http://anisfatayati.blogspot.com/2013/04/teori-teori-kebenaran-dalam-filsafat.html
diakses 09 oktober 2013